looking aRound .,

04 November 2008

tw gag .?



masih banyak orang lain yang rela berjam-jam bakan berhari-hari ngantri demi mendaptkan sepiring nasi yang gak seberapa menggantikan rasa lapar mereka yang sudah berhar-hari. tapi nyatanya, kita membuang-buang makanan kita gitu aja .,



coba renungi .,


saking susahnya mereka buat makan sampe-sampe mereka mati dengan tragis. Karena kelaparan , mereka mati dalam keadaan kurus kering dengan perut yang membuncit. Betapa mirisnya kondisi mereka .











mereka juga rela mengais-ngais makanan di tempat yang ga layak sama sekali buat nyari makanan dan memang bukan tempat untuk nyari makanan. Tapi mereka ngelakuin itu semua demi mempertahankan hidup mereka .,







masih banyak yang
putus sekolah ,




ga punya rumah ,


Kurang baik gimana lagi coba, Allah dah ngasih rizki ke kita. Kita bisa sekolah , ga perlu susah-susah nyari uang. Kita punya rumah yang nyaman, kita ga kehujanan, ga kepanasan , kita ga perlu pindah-pindah tempat dan ga perlu bingung nyari tempat untuk tidur. Sudah sepantasnya kita bersyukur yang banyak sama Allah . .


makanya ,

Kita harus mensyukuri apa yang udah Allah berikan ke kita selama ini baik yang kita sadari atau mungkin kita ga sadari. Bersyukur ga cuma dengan ngucapin Alhamdulillah dan doa aja, kita harus manfaatin apa yang udah Allah berikan dengan sebaik-baiknya. Sekolah yang bener, belajar yang rajin, pokoknya syukuri aja yang ada. Jangan selalu merasa kurang, jangan liat ke atas terus. Sekali-kali liat ke bawah, masih banyak yang lebih susah dari kita.
================Hidup Mu Itu Indah=============

Read More ..

kMu yG manA .?


Sehubungan dengan kehidupan, bisa kita amati adanya tiga tipe manusia, yaitu: yang ‘menghadapi kehidupan’, yang ‘menjalani kehidupan’, dan yang ‘menghidupi kehidupan’.

Tipe yang pertama, yang ‘menghadapi kehidupan’ menempatkan kehidupan ini sebagai sesuatu yang untuk dihadapi secara frontal, dengan gagah-berani, dengan menyingsingkan lengan-baju dan memasang kuda-kuda. Baginya, kehidupan adalah sebuah tantangan, pergumulan, perjuangan bahkan pertempuran tiada henti. Dan oleh karenanya, mereka harus kuat, harus tabah, harus cerdik, sebab bila tidak, mereka bisa saja digilas habis oleh kehidupan ini. Menghadapi kehidupan sebagai ‘musuh’ yang harus ditundukkan seperti ini, dengan sendirinya mereka menganut pola kalah-menang ataupun pola untung-rugi. Mereka merasakan hanya ada dua kemungkinan dalam kehidupannya: memenangkannya, atau dikalahkannya. Oleh karenanya, mereka tampak sangat dinamis, bersemangat, penuh vitalitas, sehingga hampir selalu meletup-letup dan berkobar-kobar.

Tipe kedua, yang ‘menjalani kehidupan’, menempatkan kehidupan ini sekedar sebagai sesuatu yang mesti dijalani. Tidak seperti yang sebelumnya, mereka tidak mengenal pola kalah-menang. Mereka tidak menempatkan kehidupan sebagai ‘musuh’ yang harus dihadapi, melainkan sekedar untuk dijalani, dilangsungkan. Mereka inilah yang mungkin memperdengarkan slogan hidupnya sebagai ‘mengalir di dalam sungai kehidupan’, ‘pasrah di dalam menjalani kehidupan’, atau yang sejenis itu. Mereka cenderung menyelaraskan-dirinya dengan derap-langkah dan irama dari kehidupan itu sendiri, sehingga tampak harmonis dengan kehidupan. Baginya, tidak ada yang menantang pun yang perlu ditantang. Sebagai kontras dari yang sebelumnya, mereka hanya mengikuti kemanapun aliran kehidupan membawanya; tanpa penolakan pun pengharapan muluk-muluk, sehingga mereka bisa menerima kehidupan ‘seperti apa ia adanya’. Oleh karenanya mereka cenderung kelihatan adem-ayem, loyo, tenang, bahkan bisa kelihatan tanpa gairah-hidup.

Tipe yang ketiga, yang ‘menghidupi kehidupan’, memposisikan kehidupan di antara kedua tipe sebelumnya. Mereka tidak menempatkan kehidupan sebagai sesuatu yang untuk dijalani pun dihadapi, melainkan dihidupi. Oleh karenanya, mereka terkadang bisa kelihatan menggebu-gebu, penuh semangat dan vitalitas, dan terkadang bisa kelihatan adem-ayem, tanpa gairah-hidup, walaupun sebetulnya mereka penuh penghayatan akan kehidupannya pun bentuk-bentuk kehidupan lainnya. Kebanyakan hari-hari mereka, mereka lalui dalam keheningan. Mereka, terdiri dari para bijaksanawan, rokhaniawan, ataupun para muliawan. Dan oleh karenanyalah pantas buat ‘di-guru-kan’. Yang seperti ini, memang sudah kian langka di dunia.
Nah….sekarang, bila kita —Anda dan saya— mencoba memberanikan diri berdiri di depan ‘cermin kehidupan’ ini, kita ini tergolong tipe mana? Yang pertama, kedua ataukah ketiga? Bagaimana wajah kita di depan cermin ini?

Read More ..